IPW Minta Kapolri Perhatikan Proses Pidana Kasus Pemerasan DWP

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Khawatir Kasus Pemerasan di DWP Tak Lanjut ke Proses Pidana, Kritisi Pengembalian Uang Bukti. (Foto: Ist).

Matanusa, Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi tidak dilanjutkannya kasus pemerasan yang melibatkan oknum anggota Kepolisian di acara Djakarta Warehouse Project (DWP). Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mencatat adanya sinyal yang kurang menguntungkan dari pernyataan Karowabprof Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, mengenai pengembalian uang bukti sebesar Rp2,5 miliar kepada korban pemerasan.

Sugeng menilai bahwa langkah pengembalian uang tersebut berpotensi menghambat proses hukum yang seharusnya dijalankan. Ia mengungkapkan, “Jika uang bukti ini dikembalikan, ada risiko kehilangan barang bukti yang bisa menghalangi kelancaran proses pidana. Tanpa barang bukti yang sah, bagaimana kita bisa melanjutkan proses pidana ini?” katanya, pada Sabtu (4/1). Menurutnya, uang tersebut seharusnya disita oleh penyidik dan dijadikan barang bukti yang sah selama persidangan, dan baru dapat dikembalikan setelah adanya keputusan dari pengadilan.

Sugeng juga menegaskan bahwa proses hukum yang harus dilalui harus dilakukan secara transparan dan sah, yaitu dengan menunggu keputusan pengadilan terkait status uang tersebut, apakah akan dikembalikan kepada pihak korban, dimusnahkan, atau dikembalikan ke negara. “Mohon menjadi perhatian Kapolri agar tidak ada pengembalian barang bukti sebelum adanya proses pidana yang jelas dan penetapan dari pengadilan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Sugeng menyatakan bahwa jika kasus pemerasan dalam DWP ini tidak dilanjutkan ke jalur pidana, hal itu semakin menguatkan dugaan bahwa institusi Polri tidak serius dalam menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam tindak pidana tersebut. “Jika proses pidana tidak dilanjutkan, ini hanya menunjukkan bahwa Polri belum serius dalam menindak tegas tindakan kejahatan internal,” ujar Sugeng.

Kasus pemerasan ini mencuat setelah terungkapnya aksi pemerasan yang melibatkan sejumlah oknum polisi yang melakukan pemeriksaan tes urin terhadap para penonton DWP dan meminta sejumlah uang dengan ancaman akan diproses secara hukum jika tidak memberikan uang. Sebanyak 18 orang polisi diketahui terlibat dalam kejadian ini,” terangnya.

Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa beberapa oknum polisi yang terlibat dalam kasus ini telah dijatuhi sanksi etik. Kombes Donald P Simanjuntak, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) karena dianggap membiarkan bawahannya melakukan pemerasan di acara DWP. Sementara itu, Iptu Sehatma mendapat sanksi demosi selama delapan tahun, dan Brigadir Fahrudun dijatuhi demosi selama lima tahun,” pungkasnya.

Namun, pengungkapan kasus ini menuai sorotan dari berbagai pihak, terutama IPW, yang mendesak agar proses pidana dijalankan secara maksimal untuk memberikan efek jera dan memastikan keadilan bagi korban. Sugeng menegaskan pentingnya untuk tidak menutup-nutupi kasus ini dan memastikan bahwa seluruh pelaku mendapatkan sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pos terkait