Matanusa, Bandung – Di tengah keindahan alam Bandung, terdapat kisah menarik tentang Rudolf Eduard Kerkhoven, seorang juragan penguasa kebun teh yang dikenal luas pada masa kolonial Belanda. Meskipun namanya mungkin tidak terlalu dikenal di kalangan traveler modern, Kerkhoven adalah sosok yang disegani di Kampung Gambung, Desa Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu. Ia bukan hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga memiliki kisah cinta yang tragis.
Awal Kehidupan dan Karier di Kebun Teh
Rudolf Eduard Kerkhoven memulai kariernya di kebun teh Gambung pada tahun 1873. Ia menetap di sebuah pondok kayu yang sederhana, jauh dari kehidupan mewah yang mungkin diharapkan seorang pria dari Belanda pada waktu itu. Dalam perjalanannya sebagai pengelola kebun teh, Kerkhoven sering bolak-balik ke Batavia (Jakarta) untuk mengurus bisnisnya.
Selama berada di Batavia, Kerkhoven menemukan cinta sejatinya, Jenny Elisabeth Henriette Roosegarde Bisschop, seorang wanita yang memiliki latar belakang istimewa sebagai cicit dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Daendels. Pada tahun 1878, setelah melalui pendekatan yang penuh kasih, Kerkhoven berhasil meminang Jenny, yang pada saat itu tidak hanya cantik, tetapi juga berasal dari keluarga terhormat.
Kehidupan Keluarga dan Hubungan dengan Masyarakat
Dari pernikahan ini, Kerkhoven dan Jenny dikaruniai lima orang anak: Rudolf (Ru) A Kerkhoven, Eduard Silvester Kerkhoven, Emilius Hubertus Kerkhoven, Karel Felix Kerkhoven, dan Bertha Elisabeth Kerkhoven. Selama tinggal di Gambung, Kerkhoven dikenal baik oleh masyarakat sekitar. Ia sering berperan aktif dalam membantu warga yang mengalami kesulitan. Maman Sulaeman, Manager Pemasaran dan Agro Wisata PPTK Gambung, mengungkapkan bahwa Kerkhoven kerap memberikan bantuan medis kepada warga yang sakit, membawa pil kina dan parasetamol untuk mereka.
Selain itu, Kerkhoven juga dikenal sebagai sosok yang berani. Terdapat sebuah cerita yang terkenal di kalangan warga bahwa Kerkhoven pernah membantu mereka mengatasi serangan macan tutul. Ia membawa senjata dan meminta bantuan empat warga untuk melacak macan tutul yang mengganggu, hingga berhasil menembak dan mengamankan situasi.
Perubahan dalam Rumah Tangga
Walaupun Kerkhoven terkenal baik hati dan dermawan, kehidupan rumah tangganya tidak selalu berjalan mulus. Jenny, yang terbiasa dengan kehidupan glamor, merasakan kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan sederhana di Gambung. Maman menjelaskan bahwa Jenny sering kali merasa terasing, terutama setelah ia mendengar hasutan dari kerabatnya di Belanda, termasuk dari kakak Kerkhoven sendiri, yang membandingkan kehidupan mereka dengan gaya hidup mewah di Eropa.
Jenny merasa tertekan dan mulai mempertanyakan keputusan finansial suaminya, yang lebih memilih untuk menginvestasikan uangnya dalam bisnis teh daripada menghabiskannya untuk kesenangan pribadi. Meskipun Kerkhoven menjelaskan bahwa uang tersebut digunakan untuk memperluas kebun teh dan meningkatkan hasil panen, ketidakpuasan Jenny terus bertambah.
Pertengkaran dan Tragedi
Ketegangan dalam rumah tangga mereka mencapai puncaknya ketika Jenny pulang dari Belanda. Keduanya terlibat dalam pertengkaran hebat yang berujung pada malam penuh emosi. Setelah perdebatan yang menyakitkan, Jenny diduga meminum racun dan meninggal dunia pada tahun 1907. Kematian Jenny mengakibatkan Kerkhoven mengalami syok mendalam. Ia memilih untuk memakamkan istrinya di bawah rimbunan pohon Rasmala di kediamannya di Gambung, tempat yang mereka anggap istimewa.
Tidak lama setelah kehilangan tragis tersebut, Kerkhoven sendiri meninggal dunia pada tahun 1918. Meskipun ia memiliki rumah di Kota Bandung, ia memilih untuk dimakamkan di sebelah makam Jenny di Gambung, menunjukkan betapa dalamnya cinta yang ia miliki untuk istrinya.
Warisan dan Nasib Kebun Teh
Setelah kematian kedua orang tuanya, bisnis kebun teh Gambung dilanjutkan oleh anak-anak Kerkhoven. Mereka terus mengelola kebun teh tersebut hingga Indonesia merdeka pada tahun 1945. Namun, pada tahun 1959, terjadi nasionalisasi yang mengubah kepemilikan kebun teh tersebut. Meskipun demikian, keluarga Kerkhoven tetap terlibat dalam pengelolaan kebun dengan dukungan tenaga ahli dari Belanda dan tenaga lokal.
Kisah Rudolf Eduard Kerkhoven bukan hanya tentang kesuksesan dalam dunia bisnis, tetapi juga menggambarkan kompleksitas cinta dan kehidupan pada masa kolonial. Dengan semua liku-liku kehidupan yang dihadapi, Kerkhoven dan Jenny meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Bandung, menjadi simbol cinta yang abadi meski terbalut tragedi.