Matanusa, Jakarta – Kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di kawasan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, terus menjadi sorotan publik. Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menegaskan bahwa pembangunan pagar laut tersebut merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas.
Firman menyebutkan bahwa ada kemungkinan warga yang mengaku membangun pagar tersebut telah direkayasa. Ia khawatir masyarakat yang tidak memahami hukum justru menjadi korban dalam polemik ini.
“Warga yang mengakui (membangun pagar laut) bisa direkayasa. Jangan rakyat yang buta hukum dijadikan tumbal dan korban,” tegas Firman, pada Selasa (14/1/2025).
Politikus Partai Golkar itu juga mengingatkan pentingnya edukasi hukum bagi masyarakat. “Masyarakat harus diberikan edukasi tentang hukum. Kalau ada pelanggaran, tentu ada sanksi. Jangan sampai mereka menjadi korban kebijakan yang salah,” ujarnya.
Firman menegaskan bahwa pemagaran laut yang diduga dilakukan oleh pengembang besar seperti Agung Sedayu Group adalah pelanggaran undang-undang. “Apapun alasannya, pemagaran laut adalah pelanggaran. Ada undang-undang yang mengatur tata kelola laut. Jika melanggar, harus ada proses hukum,” katanya.
Aktivis Kritisi Sikap Pemerintah
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR), Ahmad Khozinudin, turut menyoroti langkah pemerintah yang dinilai hanya bersifat simbolis.
“Langkah pemerintah yang hanya menyegel pagar laut dengan spanduk itu hanya untuk meredam kemarahan rakyat. Pemerintah tak berani membongkar pagar dan menangkap pelaku sebenarnya,” ujar Khozinudin.
Menurutnya, pagar laut tersebut seharusnya segera dibongkar agar tidak merugikan masyarakat pesisir yang terdampak langsung.
Pengakuan Nelayan dan Bantahan PIK 2
Di sisi lain, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang mengklaim bahwa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat sebagai upaya mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menjelaskan bahwa pembangunan pagar tersebut bertujuan melindungi wilayah pesisir dari ancaman kerusakan.
“Pagar laut ini sengaja dibangun oleh masyarakat untuk mencegah abrasi,” katanya.
Namun, manajemen PIK 2 membantah terlibat dalam pembangunan pagar laut tersebut. “Itu tidak ada kaitan dengan kami. Kuasa hukum kami yang akan menangani tindak lanjut kasus ini,” kata Toni, perwakilan manajemen PIK 2.
Saat ini, proyek pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 masih terus berjalan hingga wilayah pesisir utara Tangerang dan Kecamatan Kronjo.
Desakan Penegakan Hukum
Kasus pagar laut ini memicu desakan berbagai pihak agar pemerintah lebih tegas dalam menegakkan aturan tata kelola wilayah laut. Firman Soebagyo meminta agar semua pihak yang melanggar undang-undang diproses hukum tanpa pandang bulu.
“Jangan sampai undang-undang hanya menjadi pajangan. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku pelanggaran harus bertanggung jawab,” tutup Firman.