Matanusa, Jakarta – Komisi III DPR RI melalui anggotanya, Abdullah, menilai sanksi pemecatan terhadap Direktur Reserse Narkoba (Dirnarkoba) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak, sebagai langkah tepat. Donald diduga terlibat dalam kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, yang melibatkan modus tes narkoba.
“Pemecatan ini sudah didasarkan pada bukti kuat. Polri tidak sembarangan mengambil keputusan seperti ini,” ujar Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, pada Kamis (2/1/25).
Menurut Abdullah, sidang etik terhadap Donald merupakan langkah awal. Ia mendesak agar sidang serupa dilakukan terhadap polisi lain yang terlibat, dengan memastikan transparansi proses dan penerapan sanksi yang adil.
Kasus yang Mencoreng Citra Polri
Kasus pemerasan ini bermula dari tes narkoba acak yang dilakukan polisi terhadap 45 warga negara Malaysia saat menghadiri DWP 2024. Polisi mengancam akan menahan mereka jika tidak membayar uang tebusan, terlepas dari hasil tes urine.
Menurut Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim, aksi tersebut melibatkan 18 anggota dari berbagai satuan, termasuk personel Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran. Total uang hasil pemerasan mencapai Rp 2,5 miliar.
Abdullah menegaskan, pemerasan ini tidak hanya mencoreng nama baik Polri tetapi juga mencemarkan citra Indonesia di mata internasional. “Masyarakat dunia akan menilai negatif, meski ini hanya ulah oknum,” ujarnya.
Sidang Etik dan Hukuman Pidana
Dalam sidang Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) pada 31 Desember 2024, Donald bersama dua anggota lainnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sidang yang berlangsung selama 14 jam itu menghadirkan belasan saksi dan bukti kuat atas keterlibatan mereka.
Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, menyebutkan bahwa kasus ini melibatkan perencanaan matang oleh para pelaku, termasuk aliran dana hasil pemerasan yang masih didalami lebih lanjut.
Abdullah juga meminta agar para pelaku dikenai hukuman pidana sesuai Pasal 368 dan Pasal 36 KUHP tentang pemerasan. “Hukuman ini penting untuk memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik,” tegasnya.
Langkah Tegas Polri
Langkah Polri untuk mengusut tuntas kasus ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. “Ketegasan ini menunjukkan komitmen Polri dalam membersihkan institusinya dari oknum-oknum yang mencederai kepercayaan publik,” tutup Abdullah.
Meski demikian, ia berharap Polri terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menangani kasus serupa di masa depan.