Matanusa, Bogor – Dua ekor macan kumbang berhasil terekam oleh kamera jebak yang dipasang oleh petugas di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra, menjelaskan bahwa macan kumbang yang tertangkap kamera termasuk dalam spesies yang sama dengan macan tutul jawa, yaitu Panthera pardus melas. Kedua macan ini terekam di wilayah Seksi PTN 1 yang berada di Kabupaten Lebak, Banten, sebagai bagian dari pemantauan rutin yang dilakukan oleh TNGHS.
“Benar, kamera jebak yang kami pasang berhasil menangkap gambar kedua macan ini setelah sebelumnya kami menemukan jejak kotoran dan tapak kaki mereka di lapangan,” kata Budhi pada Sabtu (2/11/2024).
Budhi mengungkapkan bahwa dari ukuran tubuh serta pola hidup yang terlihat pada rekaman, kemungkinan besar kedua macan tersebut merupakan pasangan jantan dan betina dewasa. “Kami menduga ini adalah pasangan macan jantan dan betina dewasa, karena mereka berada di wilayah teritorial yang sama dan terlihat ukuran tubuhnya juga seimbang,” lanjut Budhi. Fenomena ini menunjukkan bahwa TNGHS masih menjadi habitat yang kondusif bagi kehidupan macan kumbang, meskipun ancaman terhadap keberadaan mereka terus meningkat.
Menurut data Balai TNGHS, saat ini populasi macan kumbang di kawasan TNGHS diperkirakan mencapai 50 ekor, jumlah yang mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Sejak 2007 hingga sekarang, kami melakukan pemantauan di 3.899 titik dan data terakhir menunjukkan populasi mencapai sekitar 50 ekor,” jelas Budhi. Kenaikan populasi ini juga didukung dengan beberapa kali temuan macan kumbang bersama anak-anaknya, menandakan bahwa ada proses reproduksi yang berlangsung dengan baik di kawasan TNGHS.
Namun, keberadaan macan kumbang di TNGHS tidak lepas dari berbagai ancaman serius. Budhi mengungkapkan bahwa aktivitas ilegal seperti penambangan emas liar, pembalakan hutan, serta perburuan satwa liar terus menjadi ancaman bagi kelestarian mereka. “Aktivitas-aktivitas ini jelas merusak habitat dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang berisiko tinggi bagi kelangsungan hidup macan kumbang dan satwa dilindungi lainnya,” tegasnya.
Tercatat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) beberapa kali menemukan kasus perburuan macan kumbang di kawasan ini, bahkan penjualan satwa liar secara ilegal yang melibatkan hewan langka tersebut. “Saat ini mereka dalam kondisi kritis dan terancam oleh perburuan liar. Selain kasus kematian akibat perburuan, sering kali ditemukan upaya perdagangan satwa dilindungi,” ungkap Budhi dengan prihatin.
TNGHS bersama BKSDA saat ini terus berupaya untuk meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas ilegal, khususnya di kawasan konservasi yang memiliki keragaman hayati tinggi seperti TNGHS. Selain itu, mereka juga menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya menjaga kelestarian satwa liar dan bahaya perburuan serta perdagangan satwa dilindungi.
“Pelestarian macan kumbang bukan hanya tanggung jawab petugas konservasi, tetapi juga membutuhkan dukungan masyarakat sekitar dan semua pihak. Harapannya, upaya bersama ini dapat menjaga keberadaan mereka sebagai bagian dari kekayaan alam Indonesia yang tak ternilai,” tutup Budhi.