Matanusa, Jakarta – Rencana pemerintah untuk memberlakukan pembatasan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di seluruh SPBU Pertamina yang semula dijadwalkan berlaku per 1 Oktober 2024, resmi dibatalkan. Penundaan ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam wawancara, pada Minggu (29/9/2024).
Menurut Bahlil, keputusan ini diambil karena pemerintah belum siap dengan formula yang tepat untuk menerapkan kebijakan pengetatan distribusi BBM subsidi. “Feeling saya belum,” ungkapnya ketika ditanya tentang kesiapan penerapan aturan pada 1 Oktober mendatang.
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang berfokus pada penyusunan aturan yang lebih matang agar kebijakan tersebut dapat mencerminkan prinsip keadilan dan tepat sasaran. “Masih bahas agar betul-betul aturan yang dikeluarkan itu mencerminkan keadilan. Apa yang saya maksudkan keadilan? Targetnya adalah bagaimana subsidi BBM itu tepat sasaran. Jangan sampai tidak tepat sasaran,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa formulasi aturan ini harus memastikan bahwa kelompok-kelompok yang benar-benar membutuhkan, seperti petani dan nelayan, dapat menerima subsidi BBM dengan adil. “Karena itu, sekarang kita lagi godok,” tambah Bahlil, menekankan pentingnya proses kajian yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, pemerintah merencanakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi setelah disahkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM. Bahlil menegaskan bahwa aturan ini nantinya tidak lagi mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang sedang dalam proses revisi, melainkan akan diatur melalui Permen ESDM yang baru.
Meskipun begitu, hingga kini belum ada rincian lebih lanjut mengenai isi dari Permen yang sedang disusun, karena pemerintah masih melakukan kajian mendalam. Hal ini diungkapkan juga oleh Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi. Agus menjelaskan bahwa pemerintah masih mendalami mekanisme penyaluran BBM subsidi yang lebih tepat sasaran, termasuk kriteria penerima yang akan diatur dalam kebijakan tersebut.
“Kita masih dalami. Masih didalami sampai siap operasional. Saya enggak bisa ngomong waktunya,” ujar Agus saat dimintai keterangan lebih lanjut.
Salah satu aspek yang sedang dipertimbangkan adalah mengenai penyaluran BBM subsidi kepada angkutan sewa khusus (ASK) atau layanan transportasi berbasis aplikasi seperti ojek dan taksi online. Menurut Agus, pemerintah sedang memikirkan bagaimana memvalidasi penerima BBM subsidi di sektor ini.
“Angkutan umum online, ASK, ini yang sedang didalami seperti apa nanti validasinya. Kalau yang jelas angkutan umum kan berwarna kuning, (ASK) ini berwarna hitam. Ini sedang kita pikirkan validasi seperti apa lagi untuk bisa dapat,” jelas Agus.
Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang turut memantau perkembangan kebijakan BBM bersubsidi ini sebelumnya berharap agar aturan baru tersebut dapat selesai pada 1 September 2024. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, mengatakan bahwa jadwal implementasi awal sebenarnya ditargetkan pada 17 Agustus 2024.
Namun, karena masih dalam proses finalisasi, penerapan kebijakan ini harus diundur. Rachmat menekankan bahwa aturan ini bukan bertujuan untuk membatasi jumlah pembelian BBM bersubsidi, melainkan sebagai langkah pemerintah untuk memastikan bahwa BBM subsidi diterima oleh pihak-pihak yang berhak.
“Ini bukan pembatasan, tapi memastikan bahwa BBM subsidi tepat sasaran. Kami ingin BBM subsidi diterima oleh mereka yang membutuhkan,” jelasnya.
Dengan penundaan ini, pemerintah masih terus mematangkan regulasi yang mengatur kriteria dan mekanisme penerima subsidi BBM, sehingga kebijakan tersebut dapat mencerminkan keadilan dan efisiensi bagi masyarakat yang berhak.