Oleh: Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.K
MATANUSA.NET SUKABUMI –
Pemilihan Umum (Pemilu) secara serentak di Indonesia akan berlangsung pada tahun 2024. Hajatan politik ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya, baik untuk DPR, maupun Presiden.
Kaum muda yang juga akan terlibat di dalamnya harus turut mengambil peran dalam menjaga dinamika Pemilu agar berlangsung sukses, kondusif, tidak menciderai nilai-nilai demokrasi, sehingga melahirkan pemimpin nasional yang bisa membawa perubahan bagi bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.
Indonesia sebagai negara berdaulat dan memilki jumlah penduduk yang cukup besar, dan telah menjalani masa kemerdekaan dan telah memasuki usia 77 tahun.
Dalam kurun waktu yang belum begitu panjang dibanding negara negara maju lainnya yang telah memiliki usia kemerdekaan lebih jauh dari Indonesia atau dapat dikatakan ratusan tahun lebih dulu, Indonesia masih dapat dipandang memiliki kemajuan yang sangat baik.
Dari era Orde Lama, Orde Baru hingga ke Reformasi berganti, Indonesia telah memasuki era baru, era itu adalah zaman digital yang disebut sebut 4.0, dimana era ini menggerus cara cara lama yang serba analog menjadi era yang sangat mudah dalam berkomunikasi dengan kata lain tidak ada lagi batasan ruang dan waktu (boorderles).
Di tahun politik 2024 ini hal baru ini menjadi infrastruktur bagi siapa saja untuk mudah berkomunikasi, berkomentar,hal apa saja.
Pemilu nanti berpotensi dihadapkan dengan titik rawan, baik berupa politik sara, politik uang dan maupun hoax atau berita bohong. Dalam rangka mencegah persoalan-persoalan tersebut, kaum muda yang masuk sebagai pemilih dengan jumlah besar dan sebagai kalangan yang melek teknologi memiliki peran yang sangat strategis.
Kaum muda perlu terlibat dalam menyukseskan pemilu dengan terjun langsung dalam momen krusial. Pertama, pada momen pencalonan, kaum muda dapat mengambil peran dalam proses kandidasi calon peserta pemilu dan pemilihan.
Kedua, pada momen kampanye, dapat melaporkan adanya politik uang dan politisasi SARA melalui media sosial maupun mendorong para kandidat menawarkan visi, misi, dan program kerja yang perspektif anak muda. Ketiga, pada momen pemungutan suara, turut mengkampanyekan anti golput dan melakukan pengawasan partisipatif.
Pemilu dan narasi hoaks
Menghadapi tahun politik, kita dipertontonkan dengan narasi-narasi yang bertebaran di media sosial, yang bila tidak disikapi dengan jernih, bisa memancing emosi kita. Narasi-narasi yang didengungkan para buzzer jelang pilpres ini semakin marak, untuk mengaburkan fakta menjadi opini.
Penyebaran berita-berita hoaks, hate speech dan lainnya, bisa berujung pada kegaduhan dan bisa memporak porandakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adanya dugaan Berita palsu ini dibuat sedemikian rupa supaya pihak terkait yang dijadikan sasaran berita terpengaruh dan percaya dengan informasi yang disebarkan. Banyak oknum yang memanfaatkan adanya berita hoax ini untuk kepentingan mereka dalam tujuan yang berbeda seperti untuk tujuan berpolitik yang secara terus-menerus atau berangsur-angsur dapat menyebabkan konflik di tengah masyarakat.
Kecenderungan masyarakat dalam menggunakan sosial media yang sangat aktif membuat oknum penyebar berita hoax terpacu untuk berlomba-lomba dalam membuat berita yang dapat terlihat seperti berita nyata dengan menambahkan foto maupun video terjadinya berita tersebut. Motif yang digunakan adalah supaya banyak orang bersimpati dan dapat menjadikan keuntungan salah satu pihak.
Era baru ini hendaknya dapat digunakan sebaik baik nya dalam menyongsong tahun politik 2024 yang lebih cepat memanas dibanding tahun politik di 2019.
Saya mengajak semua elemen bangsa di tahun politik 2024 ini dapat lebih bijak dan cermat dalam menggali informasi yang terkait pileg dan pilpres dengan cermat dalam menilai calon calon presiden untuk masa bakti 2024 sampai dengan 2029.
Saya mengajak khususnya kaum milenial dan Gen Z sebagai pemula untuk dapat menggunakan informasi yang seluas luasnya tentang calan presiden 2024 lewat dig.