Jembatan Impian Warga Cikadaka Roboh Diterjang Banjir, Harapan Kembali Pudar

Tampak Jembatan 2 Penghubung Cikadaka dan Naringgul Hancur Diterjang Banjir Bandang. (Foto: Ist).

Matanusa, Sukabumi – Harapan manis yang sempat menyelimuti warga Kampung Cikadaka, Desa Cidadap, dan Kampung Naringgul, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, kembali pupus setelah jembatan penghubung yang baru saja dibangun hancur diterjang banjir bandang yang terjadi pada Rabu, 4 Desember 2024. Bencana alam yang datang dengan kekuatan luar biasa ini merusak sedikitnya 47 jembatan di wilayah Kabupaten Sukabumi, termasuk jembatan yang baru diresmikan pada 16 September 2024 di Kampung Cikadaka.

Jembatan yang dibangun oleh Relawan Sehati Gerak Bersama ini menjadi penghubung vital bagi warga sekitar. Sebelum adanya jembatan ini, aktivitas masyarakat, terutama anak-anak sekolah, sangat terganggu. Mereka harus menyeberangi sungai dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan ban bekas atau digendong orang tua mereka. Namun, mimpi mereka untuk memiliki akses yang lebih mudah dan aman akhirnya terwujud berkat kerja keras dan uluran tangan para dermawan yang menyumbangkan dana sebesar Rp 235 juta.

“Betul, jembatan yang kami bangun itu hilang akibat banjir besar kemarin. Pembangunan jembatan ini menggunakan dana donasi dari berbagai pihak. Kami merasa sedih dan terpukul melihatnya,” ungkap Andri ‘Zeans’ Kurniawan, perwakilan dari Relawan Sehati Gerak Bersama, saat dihubungi, pada Senin (6/1/2025).

Kondisi Mengharukan: Pelajar Kembali Digendong Orang Tua

Setelah bencana tersebut, keadaan di lapangan kembali seperti semula. Andri menceritakan bahwa anak-anak sekolah yang sebelumnya dengan mudah menyeberang dengan berjalan kaki di atas jembatan, kini terpaksa kembali digendong oleh orang tua mereka atau bahkan berenang menyeberangi sungai untuk mencapai sekolah. Tak hanya itu, kegiatan ekonomi juga terhambat, dan petani yang biasanya bisa dengan mudah mengakses ladang mereka, kini terpaksa menunggu hingga air surut.

“Anak-anak yang dulu bisa menyeberang dengan mudah, kini harus digendong atau berenang lagi. Saat saya mendapat kabar itu, hati saya sangat terharu. Mereka harus menghadapi kesulitan yang sama lagi, yang sebelumnya sempat teratasi dengan adanya jembatan,” kata Andri dengan suara bergetar.

Salah satu momen yang paling menggugah hati Andri adalah saat seorang warga menemukan bendera Yayasan Sehati Gerak Bersama yang tersisa di antara puing-puing jembatan yang hancur. “Saya melihat foto itu dan tak kuasa menahan air mata. Saya terbayang bagaimana sukacitanya warga saat jembatan itu diresmikan. Mereka merasa seperti mendapat anugerah, dan kini jembatan itu hanyut begitu saja,” ujarnya, mengenang momen kebahagiaan yang hanya bertahan sejenak.

Banjir Bandang yang Menghancurkan

Menurut Ruyatman, Kepala Seksi Pelayanan Desa Cidadap, banjir bandang yang terjadi pada 4 Desember 2024 memang sangat luar biasa. Hujan deras yang mengguyur selama tiga hari berturut-turut menyebabkan sungai meluap dengan sangat cepat. Bahkan, air sungai yang biasanya hanya menggenang sedikit, kini meluap hingga ke tiang jembatan dan menghanyutkannya dalam waktu singkat.

“Jembatan itu roboh sekitar pukul 10.00 atau 11.00 pagi. Selama tinggal di sini, saya belum pernah melihat air sungai meluap sebesar itu. Selama 20-25 tahun saya di sini, ini adalah banjir terbesar yang kami alami,” lanjut Ruyatman dengan wajah yang masih menunjukkan keprihatinan mendalam.

Jembatan yang selama ini dianggap aman ternyata tidak mampu bertahan menghadapi kekuatan alam. Warga yang sebelumnya sangat berharap agar jembatan ini bisa memudahkan akses mereka, kini terpaksa kembali ke kondisi semula yang jauh lebih sulit.

“Selama ini kami merasa aman. Tapi kemarin, banjir besar menghanyutkan jembatan ini begitu saja. Semua terasa sangat sulit, terutama bagi anak-anak yang harus bersekolah,” tambah Ruyatman, mengenang betapa pentingnya jembatan tersebut bagi kehidupan sehari-hari mereka.

Kembali ke Situasi Lama: Anak-Anak Terpaksa Menyeberang dengan Susah Payah

Kini, setelah jembatan hancur, warga harus kembali berjuang dengan cara-cara lama. Anak-anak yang dulu bisa menyeberang dengan aman, kini harus digendong orang tua atau bahkan harus berenang menyeberangi sungai yang alirannya masih sangat deras. Para petani yang sebelumnya bisa mudah mengakses ladang mereka, kini harus menunggu hingga aliran sungai surut.

“Pagi tadi saya melihat anak-anak digendong lagi untuk menyeberang. Sebelumnya, ada yang menggunakan ban bekas. Sekarang, kita kembali seperti dulu. Semua jadi serba sulit,” ujar Ruyatman dengan nada yang penuh keprihatinan.

Masyarakat kini berharap ada solusi segera, baik dari pemerintah maupun pihak dermawan, untuk membangun kembali jembatan yang sangat vital ini. Keberadaan jembatan bukan hanya soal akses, tetapi juga menjadi simbol harapan bagi masyarakat yang ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dan lebih aman.

“Saya berharap ada bantuan untuk membangun kembali jembatan ini. Jembatan ini sangat penting bagi kami, terutama untuk anak-anak sekolah dan petani yang mengandalkan akses ke ladang mereka. Semoga harapan kami tidak kembali pupus,” tutup Ruyatman, mengakhiri pembicaraan dengan harapan akan ada perubahan positif bagi masa depan kampung mereka.

Pos terkait