Kontroversi Proyek Pagar Laut di Bekasi: PT TRPN Bantah Tuduhan Ilegal dari KKP

Kuasa Hukum PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), Deolipa Yumara saat menunjukan dokumen perizinan proyek pembangunan Pelabuhan dan Pelelangan Ikan (PPI) di Kampung Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. (Foto: Istimewa).

Matanusa, Bekasi – Proyek pembangunan pagar laut untuk alur pelabuhan di perairan Kampung Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, kini tengah memicu polemik. PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) membantah keras tudingan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menyebutkan bahwa proyek tersebut dilakukan tanpa izin yang sah, atau ilegal.

Tudingan ini mencuat setelah KKP mengklaim bahwa PT TRPN belum memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang diperlukan untuk melaksanakan proyek alur pelabuhan tersebut. Namun, kuasa hukum PT TRPN, Deolipa Yumara, dengan tegas menyatakan bahwa proyek tersebut sudah memiliki dasar hukum yang kuat.

“Kami sudah memastikan semuanya sesuai prosedur. DKP Jawa Barat bahkan menyatakan bahwa proyek ini legal dan dilaksanakan berdasarkan perintah provinsi,” ujar Deolipa saat konferensi pers di Bekasi, pada Kamis (16/1/2025).

PT TRPN, bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat, telah menandatangani perjanjian kerja sama pada Juni 2023 untuk menata ulang kawasan Satuan Pelayanan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya seluas 7,4 hektar. Proyek yang memakan investasi sebesar Rp 200 miliar ini mencakup pembangunan alur pelabuhan sepanjang lima kilometer dengan kedalaman lima meter dan lebar 70 meter. Ditargetkan, proyek ini selesai pada 2028 dan diharapkan dapat memberikan dampak besar bagi perekonomian wilayah tersebut.

Meskipun demikian, Deolipa mengakui bahwa PT TRPN belum memperoleh izin PKKPRL saat proyek ini dimulai. Ia menjelaskan bahwa hal ini terjadi setelah KKP meminta PT TRPN berkoordinasi dengan DKP Jawa Barat, menyusul kegagalan pengajuan izin pada 2022. “KKP menyarankan kami berkoordinasi dengan DKP, dan akhirnya DKP memberi izin untuk melanjutkan pekerjaan ini. Kami percaya izin PKKPRL akan segera diproses,” jelasnya.

Namun, kontroversi ini semakin memanas setelah KKP melakukan penyegelan terhadap pagar laut yang sedang dibangun pada Rabu (15/1/2025). Penyegelan ini dilakukan karena proyek tersebut dinilai tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, khususnya terkait izin PKKPRL. Sumono Darwinto, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP, menjelaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum.

“Kami segel proyek ini karena tidak memiliki izin yang sah. Ini penting untuk memastikan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan ruang laut dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Sumono.

Sementara itu, KKP berjanji akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa pelaku usaha dalam proyek ini tidak melanggar aturan perizinan. Halid Yusuf, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP, menegaskan pentingnya memastikan bahwa setiap aktivitas yang berkaitan dengan pemanfaatan laut sesuai dengan regulasi yang ada,” pungkasnya.

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar terkait koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memastikan kepatuhan terhadap regulasi kelautan, serta bagaimana proyek besar dapat berlangsung meskipun ada perselisihan terkait izin. Apakah proyek ini akan tetap dilanjutkan, atau justru dihentikan oleh pihak berwenang? Jawabannya akan segera terungkap dalam perkembangan selanjutnya.